Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Sistem Upah Karyawan Kedai Pecel Lele 87 Ria Rio, Kota Bandung

  • Ray Muhammad Nur Abdillah Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Indonesia.
  • Nandang Ihwanudin Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Indonesia.
  • Akhmad Yusup Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Indonesia.
Keywords: Ujrah, Fikih Muamalah, Pengupahan, Musta'jir

Abstract

Abstrak. Guna untuk memenuhi kebutuhan, para karyawan mendapatkan upah sebagai bentuk kompensasi. Selain ijarah yang berarti upah (atau imbalan), ada juga jialah/jualah yang berarti upah dan memiliki arti yang sama dengan ujrah. Akan tetapi, upah dalam jialah/jualah sering diartikan datang dalam bentuk hadiah atau upah yang datang dalam bentuk jasa yang berkaitan dengan pekerjaan. Istilah “jialah” atau “jualah” berarti “membayar upah atas suatu jasa” atau “keuntungan” yang diharapkan terjadi. Upah adalah insentif keuangan langsung yang diberikan kepada karyawan sebanding dengan jumlah jam kerja, jumlah barang yang diproduksi, atau jumlah layanan yang diberikan. Penghasilan bisnis tentu saja akan terpengaruh jika menawarkan upah yang adil dan merata karena hal ini akan meningkatkan motivasi karyawan untuk berprestasi di tingkat yang lebih tinggi. Membayar sangat berharga untuk memperluas hasil dan produktivitas, namun kita harus memahami bahwa akan ada kesulitan yang muncul dari kerangka kerja kompensasi yang serius. Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap pekerja atau karyawan diberi kompensasi atas pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa praktik pengupahan karyawan di Kedai Pecel Lele 87 Ria Rio, Kota Bandung, di mana terdapat ketidakadilan dalam sistem pengupahan. Para karyawan merasa dirugikan karena tidak adanya perjanjian yang jelas mengenai upah dan bonus (insentif), serta adanya perbedaan upah berdasarkan posisi kerja dan waktu kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris, dengan wawancara sebagai teknik penelitiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pengupahan karyawan di Kedai Pecel Lele 87 Ria Rio menghadapi beberapa masalah, termasuk perbedaan upah antara karyawan yang bergantung pada posisi dan waktu kerja. Dalam konteks ini, penulis menganalisis praktik pengupahan dari perspektif fikih muamalah dalam Islam. Fikih muamalah menekankan pentingnya keadilan dalam pengupahan dan perlindungan hak-hak karyawan. Berdasarkan tinjauan fikih muamalah, penulis menyimpulkan bahwa prinsip pengupahan yang adil dan setimpal harus diikuti. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya adanya perjanjian kerja yang jelas dan rinci antara kedai dan karyawan, serta kebebasan karyawan untuk menentukan waktu pembayaran upah sesuai kesepakatan.

Abstract. The provision of wages serves as compensation for employees, enabling them to fulfill their needs. This collaborative arrangement, known as Ujrah in Fiqh literature, encompasses terms such as Ijarah, fee, and remuneration. Furthermore, jialah/jualah aligns with ujrah, referring to wages often perceived as gifts or compensation for rendered services. Technically, jialah/jualah represents the remuneration for a projected service or benefit. Wages constitute a direct financial remittance to employees, calculated based on working hours, production output, or service provision. Equitable and just wage distribution fosters high work motivation among laborers, enhancing their performance and impacting overall business profitability. However, it is essential to acknowledge the potential challenges arising from an intensive wage system. Consequently, ensuring that every worker receives wages commensurate with their performance is imperative. This research aims to scrutinize the employee remuneration practices at Kedai Pecel Lele 87 Ria Rio, Kota Bandung, where disparities within the wage system have been identified. Employees express grievances due to the absence of clearly defined agreements regarding wages and incentives, alongside discrepancies based on job positions and working hours. Employing a qualitative approach with a juridical-empirical perspective, the research methodology utilizes interviews as the primary data collection technique. The research findings underscore several concerns surrounding employee remuneration practices at Kedai Pecel Lele 87 Ria Rio, including wage differentials influenced by job positions and working hours. Within this context, the author examines wage practices through the lens of fikh muamalah in Islam. Fikh muamalah emphasizes the significance of fair wage distribution and safeguarding employee rights. Drawing upon the insights from fikh muamalah, the author concludes that adherence to principles of fair and equitable remuneration is crucial. Furthermore, the study highlights the importance of well-defined and comprehensive employment agreements between the establishment and employees. It grants employees the freedom to determine the timing of wage disbursements through mutual agreement.

 

References

[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, 4th edn (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008).
[2] Ahmad Azhar Basyir, ‘Asas-Asas Hukum Mu’amalah (Hukum Perdata)’, 2004, 11.
[3] Suad Husnan Heidjrahman, Manajemen Personalia (Yogyakarta: BPFE, 2005).
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta: Jamunu, 1965).
[5] Al-Hafid Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram (Ibnu Haja Al-Asqalani), 1st edn (Jakarta: Pustaka Amani, 1995)
[6] Imam Taqiyuddin, Abu Bakar Bin Muhammad, Khifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang Saleh), 1st edn (Surabaya: Bina Imam, 1994)
[7] Taqiyyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Terjemahan Muh. Magfur Wahid (Surabaya: Risalah Gusti, 1996).
Published
2023-08-06