Tinjauan Hukum Islam dan Fatwa DSN-MUI Nomor 6/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna terhadap Implementasi Transaksi Akad Jual Beli Pesanan di Konveksi Cimahi

  • Salwa Nabila Putri Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Indonesia.
  • Redi Hadiyanto Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Indonesia.
  • Neng Dewi Himayasari Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Indonesia.
Keywords: jual beli, Istishna, Konveksi

Abstract

Abstrak. Istishna termasuk kedalam akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’) didalamnya ada barang yang diakadkan, dan adanya ijab dan qabul. Ketentuan mengenai barang dan pembayaran diatur di dalam Hukum Islam yang diambil dari teori Imam Hanafi dan fatwa DSN Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna. Salah satu usaha yang menggunakan praktik jual beli istishna adalah konveksi pakaian Putra Mandiri di Cimahi. Pada praktiknya Putra Mandiri menyampaikan pesanan klien kepada vendor jahit. Selanjutnya terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak mengenai barang dan pembayaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik jual beli pesanan di Konveksi Putra Mandiri serta, untuk mengetahui tinjauan hukum Islam dan fatwa DSN 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna terhadap praktik jual beli di Konveksi Putra Mandiri. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif dengan jenis penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa praktik jual beli pesanan di Konveksi Putra Mandiri tidak termasuk kedalam jual beli istishna. Karena pada kenyataannya Putra Mandiri memberikan bahan jahit kepada vendor untuk dapat menyelesaikan barang dan Putra Mandiri berperan sebagai pemilik usaha yang mebutuhkan jasa saja. Melihat dari definisi yang di jelaskan oleh Imam Abu Hanifah dan fatwa DSN No. 6, dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli pesanan yang terjadi di Konveksi Putra Mandiri dan vendor jahit tidak sesuai dengan akad jual beli pesanan dalam bentuk istishna.

Abstract. Istishna is included in the contract of buying and selling in the form of ordering the production of specific goods with certain criteria and conditions agreed upon between the buyer (the customer, mustashni’) and the seller (the producer, shani’). It involves the arrangement of the goods and the presence of an offer and acceptance. The provisions regarding goods and payment are regulated in Islamic Law, taken from the theory of Imam Hanafi and the fatwa of DSN Number 06/DSN-MUI/IV/2000 concerning istishna sales and purchases. One business that uses the practice of istishna sales and purchases is Putra Mandiri's clothing convection in Cimahi. In practice, Putra Mandiri conveys client orders to the sewing vendor. Subsequently, an agreement is reached between both parties regarding the goods and payment. The aim of this research is to determine the practice of ordering sales and purchases at Putra Mandiri's Convection as well as to understand the Islamic law perspective and the fatwa of DSN 06/DSN-MUI/IV/2000 concerning istishna sales and purchases in Putra Mandiri's Convection. This research uses a qualitative method with a normative approach and a field research type. The data collection techniques used are observation, interviews, documentation, and literature review. The results of this research show that the practice of ordering sales and purchases at Putra Mandiri's Convection is not classified as istishna sales and purchases. This is because, in reality, Putra Mandiri provides sewing materials to the vendor to complete the goods, and Putra Mandiri acts as a business owner who only requires services. Considering the definition provided by Imam Abu Hanifah and the fatwa of DSN No. 6, it can be concluded that the practice of ordering sales and purchases that occur in Putra Mandiri's Convection and the sewing vendor is not in accordance with the contract of ordering sales and purchases in the form of istishna.

References

[1] Azwir, M. (2018). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Aqad Pesanan Barang Di Konveksi Kota Banda Aceh (Analisis Terhadap UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen) (Issue 8). Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
[2] Dewan Syariah Nasional MUI. (2000). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual beli Istishna’. Himpunan Fatwa DSN MUI.
[3] Farid, M., & Khotimah, H. (2019). Analisis Implementasi Akad Istishna’ Dalam Perbankan Syariah Pada Bank Syariah Indonesia ( Bsi ) Lumajang. Muhasabatuna, 1(2), 43–50.
[4] Harun. (2017). Fiqh Muamalah (Muhtarom & M. Zuhri (eds.)). Muhammadiyah University Press.
[5] Husna, Z. (2020). Perbandingan Akad Salam Dan IstishnaDalam Transaksi Jual Beli. BISEI: Jurnal Bisnis Dan Ekonomi Islam, 5(1), 12.
[6] Imam Jalaludin Muhammad bin Ahmad Mahalli, & Suyuti, S. J. A. bin A. B. (2010). Terjemah Tafsir Jalalain (p. 402).
[7] Kementrian Agama RI (Ed.). (2013). Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan. Mikraj Khajanah Ilmu.
[8] MUI, D. S. N. (2017). Fatwa Akad Jual Beli. 1, 021, 6.
[9] Mujahidin, A. (2017). Hukum Perbankan Syariah (2nd ed.). PT Raja Grafindo Persada.
[10] Nawawi, I. (2010). Fikih Muamalah. IV Grafika.
[11] Nazliya, W., Irham, M., Islam, U., Sumatera, N., Islam, U., Sumatera, N., Islam, U., & Sumatera, N. (2022). Usaha Bengkel Las Yuda Di Kelurahan Tambun. Ekonomi Syariah, 3(1), 12.
[12] Pranata, G. D. (2013). Buku Ajar Manjemen Perbankan Syari’ah. Salemba Empat.
[13] Sarwat, A. (2018). Fiqih Jual-beli (Fatih (Ed.); 1st ed.). Rumah Fiqih Publishing.
[14] Swanty Maharani, & Akhmad Yusup. (2022). Analisis Pendapat Madzhab Imam Syafi’i tentang Jual Beli Pesanan dan Implementasinya pada E-Commerce Shopee. Jurnal Riset Ekonomi Syariah, 2(1), 46.
[15] Zulkifli, S. (2003). Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Zikrul Hakim.
Published
2023-08-06