BATAS MARITIM INDONESIA DAN PALAU DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Main Article Content

Ida Kurnia

Abstract

Indonesia is bordered by 10 countries, one of which is Palau. Indonesia has the right to the living natural resources in EEZ. As for the width of the EEZ a country can claim up to 200 miles. If the EEZ overlaps with other countries, one of which is Indonesia and Palau, namely using the principle of justice and followed up by making an agreement on the boundaries jurisdiction area. The goal is to have arrangements in use that are believed to be able to maintain the sustainability of living resources based on an agreement. The results show that the clarity of Indonesia's maritime boundaries has an impact on the use of its natural resources. The clarity of maritime boundaries provides the welfare of the Indonesian people, so it can be concluded that the determination of maritime boundaries between Indonesia and Palau will be sought immediately by referring to regulations and success in practices that have been carried out by Indonesia. While the determination of territorial boundaries has not reached an agreement or agreement that is final in nature, both Indonesia and Palau are obliged to follow dispute resolution procedures, according to Chapter XV UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 also provides favorable arrangements for the parties concerned, namely during the waiting period / effort. in reaching the final arrangement, especially the regulation of biological resources in the border area, the biological resources can be utilized by implementing temporary arrangements. The research method used is the normative method by examining the related rules. 



Negara Indonesia berbatasan dengan 10 negara, salah satunya dengan Palau. Perbatasan maritim di ZEE Indonesia, Indonesia mempunyai hak atas sumber daya alam hayati yang terdapat di dalamnya. Adapun lebar ZEE suatu negara dapat mengklaim sampai 200 mil. Namun apabila wilayah yurisdiksi dalam hal ini ZEE tumpang tindih dengan negara lain, salah satunya Indonesia dengan Palau, maka harus dibagi sesuai ketentuan yang diatur dalam UNCLOS 1982, yaitu menggunakan prinsip keadilan dan ditindaklanjuti dengan membuat perjanjian tentang batas wilayah yurisdiksi. Tujuannya adalah adanya pengaturan dalam pemanfaatan yang diyakini dapat menjaga keberlanjutan sumber daya hayati yang didasarkan pada perjanjian. Hasil penelitian menunjukkan kejelasan batas wilayah maritim Indonesia berimbas pada pemanfaatan sumber daya alamnya. Kejelasan batas maritim memberikan kesejahteraan rakyat Indonesia, maka dapat disimpulkan penetapan batas maritim antara Indonesia dengan Palau segera diupayakan dengan mengacu pada peraturan dan keberhasilan dalam praktik-praktik yang telah dilakukan oleh Indonesia.  Sementara penentuan batas wilayah belum tercapai kata sepakat atau perjanjian yang sifatnya final, baik Indonesia maupun Palau, wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa, sesuai Bab XV UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 juga memberikan pengaturan yang menguntungkan bagi pihak-pihak terkait, yaitu dalam masa tunggu/upaya dalam mencapai pengaturan final, terutama pengaturan sumber daya hayati di wilayah perbatasan tersebut, maka sumber daya hayati dapat dimanfaatkan dengan dilakukan pengaturan sementara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif dengan mengkaji aturan-aturan yang terkait.

Article Details

Section
Articles

References

Hartono, R. (2015). Penentuan batas maritim Indonesia dengan Palau berdasarkan Unclos 1982. Undergraduate Thesis, Institut Teknologi Surabaya, Surabaya.

Kusumawardhani, I., & Afriansyah, A. (2019). Kebijakan kelautan Indonesia dan diplomasi maritim. Jurnal Kertha Patrika, 41 (3), 266.

Mertokusumo, S. (2001). Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. Liberty.

Oegroseno, A. H. (2012). Maritime Border Diplomacy. Brill Nijhoff. https://doi.org/10.1163/9789004230941_005.

Patmasari, T., Artanto, E., & Rimayanti, A. (2016). Perkembangan Terakhir Batas Maritim Indonesia Dengan Negara Tetangga. Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI. Pusat Pemetaan Batas Wilayah - Badan Informasi Geospasial, Cibinong.

Peter, M. M. (2007). Penelitian Hukum. Kencana.

Soekanto, S., & Mahmudji, S. (2003). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Rajawali Pers.

Suwardi, Sri, S., & Kurnia, I. (2019). Hukum Perjanjian Internasional. Sinar Grafika.

United Nations Convention on The Law of The Sea. (1982).

Van Steenis, J.. (2002). Pirates as poachers: International fisheries law and the bluefin tuna. Capital University Law Review. https://heinonline.org/HOL/LandingPage?handle=hein.journals/capulr29&div=27&id=&page=

Vicuna, F. O. (1984). The Exclusive Economic Zone, A Latin American Perspective. Westview Press.