Multikulturalisme Kesenian Barongsai di Desa Adat Kuta

Multikulturalisme Kesenian Barongsai di Desa Adat Kuta

Authors

  • I Wayan Wesna Astara Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa Denpasar, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.31091/mudra.v26i1.1588

Keywords:

The art of barongsai in the new era and the era of the reformation

Abstract

Kesenian Barongsai sebagai kesenian etnis Tionghoa di Desa Adat Kuta, khususnya di Wihara Dharmayana, Kuta telah melalui proses asimilasi. Berdasarkan sejarah berdirinya, tempat pemujaan etnis Tionghoa di Wihara Dharmayana di Desa Adat Kuta bernama Kongco Tan Hu Cin Jin/Mahasatwa Utama/Pagoda Leeng Gwan Bio. Aktivitas pemujaan dilakukan oleh etnis Tionghoa yang beragama Buddha dan memiliki kepercayaan terhadap ajaran Tao, dan juga apabila seorang etnis Tionghoa mendapatkan seorang istri dari Desa Adat Kuta, maka mereka beragama Buddha dan Hindu. Kebanyakan etnis Tionghoa yang mempunyai istri dari Desa Adat Kuta membuat Pelinggih Sanggah Kemulan. Dalam budaya politik dan multikultur, mementaskan kesenian Barongsai adalah sebuah hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara. Namun setiap rezim memiliki kebijakan dalam pementasan sebuah kesenian. Hegemoni negara terhadap pementasan Barongsai muncul saat era Orde Baru tidak memberikan kesempatan bagi kesenian untuk hidup dan berkembang. Kesenian memiliki kesempatan untuk berkembang saat kemunculan Era Reformasi. Era Reformasi yang diikuti oleh amandemen UUD 1945 telah memberikan sebuah arti bagi kesenian. Sejak Era Reformasi, sebuah era yang membuat berubahnya cara berpikir yang dijamin oleh konstitusi, kesenian Barongsai telah diperbolehkan untuk berkreasi dan bisa dipentaskan di masyarakat. Ini berarti bahwa dalam rangka pembangunan zaman dan peradaban, era ini menghormati identitas kebudayaan dan hak komunitas tradisional. Pada Era Reformasi ini, pemerintah bisa diprotes melalui demonstrasi jika tidak berpihak kepada rakyat. Protes ini bisa berbentuk pertunjukan seni yang bisa memberikan sebuah gambaran tentang pemerintahan. Untuk membangun negara Indonesia melalui kesenian memerlukan inventarisasi, baik itu kesenian tradisional maupun modern, dan juga perlindungan bagi proses kreasi seni itu, sehingga tidak akan diakui oleh orang maupun negara lain. Tidak seperti Era Reformasi, saat rezim Orde Baru berkuasa, terjadi pemusnahan kebudayaan dan kesenian Barongsai. Hal ini diakibatkan oleh kesenian ini tidak terbebas dari idiologi Pancasila Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, dan nilai-nilai kebudayaan yang hidup di masyarakat.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

30-01-2011

How to Cite

I Wayan Wesna Astara. (2011). Multikulturalisme Kesenian Barongsai di Desa Adat Kuta. Mudra Jurnal Seni Budaya, 26(1), 41–52. https://doi.org/10.31091/mudra.v26i1.1588

Issue

Section

Articles
Loading...