Pakar Rupia (Apa Kerja Keras Koruptor Indonesia?): Membangun Sanksi Psikososial Bagi Terpidana Kasus Korupsi

Main Article Content

Mutiara Aerlang
Annisa Reginasari
Verdiantika Annisa

Abstract

Korupsi adalah salah satu kriminalitas yang merusak disiplin nasional. Perilaku korupsi telah merusak mental dan moral berbagai kalangan. Produk hukum undang-undang, diasumsikan belum dapat membidik pada sasaran dimensi psikologis agar pelaku korupsi menjadi jera. Tulisan ini berisi gagasan penulis dalam upaya pemberian efek jera pelaku tipikor dengan sanksi psikososial melalui program televisi yang mengekspos kegiatan ‘tak biasa’ dari pelaku korupsi, berdasar pada Teori Perkembangan Moral Kohlberg dan Teori Moral Rasa Bersalah Berbasis Empati dari Hoffman. Sanksi psikososial diasumsikan menjadi solusi yang tepat untuk meningkatkan penalaran moral pelaku tindak korupsi skala yang besar. Beberapa ide, alur pemikiran, pihak-pihak yang terlibat dan teknis langkah strategis ditawarkan sebagai penelitian awal membangun hukuman sosial dan efek jera. Gagasan ini diharapkan dapat membantu dalam memberantas korupsi secara intrapersonal dan kuratif.

Article Details

How to Cite
Aerlang, M., Reginasari, A., & Annisa, V. (2018). Pakar Rupia (Apa Kerja Keras Koruptor Indonesia?): Membangun Sanksi Psikososial Bagi Terpidana Kasus Korupsi. Integritas : Jurnal Antikorupsi, 2(1), 175–189. https://doi.org/10.32697/integritas.v2i1.130
Section
Articles

References

Al-Hadits.

Ancok, D. (n.d.). Korupsi: Sekelumit Visi Psikologi. Psikologi Terapan . Yogyakarta.

Andersson, S. (2008). Studying the Risk of Corruption in the Least Corrupt Countries. Public Integrity, 10 (3), 193-214.

Budiono, M. K. (2010, 6 10). Menguatkan Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI.https://media.kompasiana.com/mainstream-media/2010/06/10/menguatkan-lembaga-penyiaran-publik-rri-dan-tvri-163182.html. Diakses pada 25 Januari 2013

Fajri, N. (2012). Pengadilan Tipikor Aceh Belum Beri Efek Jera Bagi Koruptor.https://theglobejournal.com/Hukum/pengadilan-tipikor-aceh-belum-beri-efek-jera-bagi-koruptor/index.php. Diakses pada 25 Januari 2013

Hoffman, M. L. (2000). Empathy and Moral Development . New York: Cambridge University Press.

Lopa, B. (2001). Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Kompas.

Othman, Z., Shafie, R., & Hamid, F. Z. (2014). Corruption – Why do they do it? . Procedia - Social and Behavioral Sciences , 164, 248 – 257 .

Semma, M. (2002). Negara dan Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Setiono, K. (2008). Psikologi Perkembangan: Kajian Teori Piaget, Selman, Kohlberg, dan Aplijasi Riset. Bandung: Widya Padjajaran.

Soesatyo, B. (2013). Tidak ada yang bisa menumbuhkan efek jera bagi perilaku korup kecuali vonis para hakim.https://www.jurnalparlemen.com/view/774/hakim-harus-berani-hukum-berat-koruptor.html. Diakses pada 25 Januari 2013

Syamsudin, M. (2007). Korupsi dalam Perspektif Budaya Hukum. Unisia, 30 (64), 183-194.https://journal.uii.ac.id/index.php/Unisia/article/viewFile/2675/2454. Diakses pada 25 Januari 2013

Transperency, I. (2014). Corruption Perception Index 2014.

Truex, R. (2011). Corruption, Attitudes, and Education: Survey Evidence from Nepal . World Development , 39 (7), 1133–1142 .

Zed, M. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.