Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 Sebagai Pedoman Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi

  • Boy Santoso Universitas 17 Agustus 1945
  • Erny Herlin Setyorini Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Abstract

Judicial acts of corruption in Indonesia are not fully carried out in accordance with applicable legal norms, caused by deviations from norms so that collusion occurs. As a result of the legal discrepancy in the implementation of the corruption trial, the community loses accountability and doubts the credibility of state officials in enforcing the law on corruption. Positive law regulates material corruption which is more profitable for corruptors so that the implementation of a simple, fast and low-cost, collusion-free judiciary cannot be carried out. Since Perma No.1/2020 was promulgated, it has not reduced the criminalization of corruption cases in terms of light sentences, which should have been eradicated in extra ordinary measures. Corruption trials have precedents in the form of decisions by previous courts that create legal loopholes for judges to determine the same decision, namely light sentences against perpetrators of corruption. The researchmethod used in this research is normative legal research and uses a research approach including statutory approach, conceptual approach, and case approach. The results of this study indicate that Perma No.1/2020 has no value of justice from a societal perspective and after theSupreme Court regulation was promulgated for more than a year it is known that this regulation is optional and does not bind judges to be guided by Perma No.1/2020. Therefore, Perma No.1/2020 must have its material formulation changed and judicially reviewed by thesupreme court with the aim of Perma No.1/2020 the normative material is more proportional, of better quality and produces decisions withoutdisparities in corruption cases with the same characteristics to realize future rule of law.

Keywords: criminal guidelines; Supreme Court regulations; value of justice

Abstrak

Peradilan tindak pidana korupsi di Indonesia tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan norma hukum yang berlaku, disebabkan oleh penyimpangan norma sehingga kolusi terjadi. Akibat dari kesenjangan hukum pada implementasi peradilan tindak pidana korupsi masyarakat kehilangan akuntabilitas dan meragukan kredibilitas aparat negara dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hukum positif mengatur korupsi materinya lebih menguntungkan terhadap pelaku korupsi sehingga implementasi peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan bebas kolusi tidak dapat terlaksana. Semenjak Perma No.1/2020 diundangkan juga tidak membuat pemidanaan kasus korupsiberkurang dalam aspek vonis ringan yang seharusnya pelaksanaan pemidanaan kasus korupsi diberantas secara extra ordinary

measures.  Peradilan  tindak  pidana  korupsi  memiliki  preseden  berupa  putusan  oleh  pengadilan

terdahulu membuat celah hukum bagi hakim untuk menetapkan putusan yang sama yaitu vonis ringan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif serta menggunakan pendekatan penelitian meliputipendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perma No.1/2020 tidak memiliki nilai keadilan dalam perspektif masyarakat dan setelah peraturan mahkamah agung ini diundangkan lebih dari satu tahun diketahui bahwa regulasi ini fakultatif dan tidak mengikat hakim untuk wajibberpedoman pada Perma No.1/2020. Oleh karena itu, Perma No.1/2020 harus dirubah rumusan materinya dan di judicial review olehmahkamah agung dengan tujuan Perma No.1/2020 materi normanya lebih proporsional, berkualitas dan menghasilkan putusan tanpa adanya disparitas pada kasus korupsi dengan karakteristik yang sama untuk mewujudkan supremasi hukum di masa mendatang.

Kata kunci: peraturan Mahkamah Agung, pedoman pemidanaan, nilai keadilan

Downloads

Download data is not yet available.

References

Bambang Waluyo. 2014. Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia, Jurnal Yuridis, 1

Chairul Huda. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kealahan Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana (Jakarta: Kencana Prenada Media)

Diding Rahmat. 2020. Formulasi Kebijakan Pidana Denda Dan Uang Pengganti Dalam Penegakan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Ius, 8

Hans Kelsen. 1945. General Theory of Law And State (New York: Russell And Russell)

Lilik Mulyadi. 2010. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Teori Praktik Teknik Penyusunan Dan Permasalahannya (Bandung: Citra Aditya Bakti)

M Agus Santoso. 2014. Hukum Moral Dan Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum (Jakarta: Kencana)

Maria Farida Indrati Soeprapto. 2006. Ilmu Perundang Undangan Dasar Dasar Dan Pembentukannya (Yogyakarta: Kanisius)

Moeljatno. 1985. Membangun Hukum Pidana (Jakarta: Bina Aksara)

Moh. Mahfud MD. 2009. Penegakan Hukum DanTata Kelola Pemerintahan Yang Baik Bahan Pada Acara Seminar Nasional Saatnya Hati Nurani Bicara (Jakarta: Dpp Partai Hanura)

Muh Arief Syahroni, M Alpian, and Syofyan Hadi. 2019. Pembalikan Beban Pembuktian Dalam Tindak Pidana Korupsi, Dih Jurnal Ilmu Hukum, 15

Munir Fuady. 2012. Teori Hukum Pembuktian Pidana Dan Perdata (Bandung: Citra Aditya Bakti)

Subahri, Otto Yudianto, and Erny Herlin Setyorini. 2021. Ancaman Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid 19, Yustitia, 22

Teguh Prasetyo. 2015. Hukum Dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila (Yogyakarta: Media Perkasa)

Published
2023-02-27
Section
Articles