Rekonstruksi Syariat Islam di Aceh dalam Lintas Sejarah

Ruhdiara Ruhdiara(1*),

(1) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
(*) Corresponding Author




DOI: https://doi.org/10.26858/jp.v9i3.41014

Abstract


Aceh merupakan salah satu Provinsi yang memiliki keistimewaan khusus dalam berbagai hal, diantaranya dalam hal mendirikan Partai lokal, dan juga dalam menjalankan Syariat Islam. Perjuangan provinsi Aceh untuk memiliki keistimewaan melalui jalan yang panjang, dimulai pada masa Daud Berueh yang berkompromi dengan Soekarno untuk menjadikan Aceh sebagai daerah istiemewa namun tak dipenuhi, hingga kemunculan Gerakan Aceh Merdeka atas refresif pemerintahan Soeharto. (GAM) yang di pelapori oleh Hasan Tiro. Pemerintahan pusat mulai dari Soeharto sampai ke Megawati Soekarno Putri melakukan berbagai upaya untuk mengakhiri konflik antara pemerintah RI dengan Aceh, namun tidak pernah berhasil. Karena disebabkan jalan damai yang di tempuh selalu merugikan satu pihak. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah (historis research). Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh memiliki dua sisi yang berbeda, Pertama; sisi ke–Indonesiaan, yaitu pemberlakuan syariat Islam di Aceh ditujukan untuk mencegah agar Aceh tidak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sisi ini dapat dilihat bahwa proses-proses pemberlakuan syariat Islam di Aceh bukanlah suatu proses yang genuine dan alamiah, tapi lebih merupakan suatu move dan kebijakan politik dalam rangka mencegah Aceh dari upaya pemisahannya dari NKRI. Penerapan syariat Islamya pada tahap ini, yakni untuk meminimalisir ketidakpuasan Aceh terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, dan lebih merupakan political, langkah politik darurat, untuk menyelamatkan Aceh dalam pangkuan republik, yang bertujuan untuk mendatangkan kenyamanan psikologis bagi masyarakat Aceh. Kedua; gagasan atau tujuan dari rakyat Aceh. Artinya bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh merupakan cita-cita dan hasrat yang sudah lama terpendam sejak zaman DI/TII yang dipimpin oleh Teuku Muhammad Daud Beureueh. Untuk menwujudnkan tujuan-tujuan tersebut Pemerintah Indonesia Melaui DPR-RI telah mensahkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 yang mengatur pelaksanaan untuk keistimewaan yang diberikan kepada Aceh pada Tahun 1959. Setelah itu, disahkan pula Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Dalam undang-undang ini, kepada Aceh diberikan Peradilan Syariat Islam yang akan dijalankan oleh Mahkamah Syariah, yang kewenangannya ditetapkan oleh Qanun.

Kata Kunci : Aceh, Syariat Islam, Sejarah

 

Reconstruction of Islamic Shari'a in Aceh in History

Abtract

Aceh is a province that has special privileges in various ways, including in terms of establishing local parties, and also in implementing Islamic law. The struggle for the province of Aceh to have privileges went a long way, starting from the time of Daud Berueh who compromised with Soekarno to make Aceh a special region but this was not fulfilled, until the emergence of the Free Aceh Movement over the reform of Suharto's government. (GAM) which was reported by Hasan Tiro. The central government, starting from Suharto to Megawati Soekarno Putri, made various attempts to end the conflict between the Indonesian government and Aceh but was never successful. Because the path of peace that is taken is always detrimental to one party. The type of research used in this research is library research and the approach used is historical research. While the method used in this research is the descriptive qualitative research method. The results of the study show that the implementation of Islamic law in Aceh has two different sides, first; on the Indonesian side, namely the implementation of Islamic law in Aceh is intended to prevent Aceh from separating from the Unitary State of the Republic of Indonesia. From this point of view, it can be seen that the process of enforcing Islamic law in Aceh is not a genuine and natural process, but rather a political move and policy to prevent Aceh from trying to separate itself from the Unitary State of the Republic of Indonesia. The application of Islamic law at this stage is to minimize Aceh's dissatisfaction with the policies of the central government, and is more of a political, emergency political step, to save Aceh in the bosom of the republic, which aims to bring psychological comfort to the people of Aceh. Second; the ideas or goals of the people of Aceh. This means that the implementation of Islamic law in Aceh is an aspiration and desire that has been hidden for a long time since the DI/TII era led by Teuku Muhammad Daud Beureueh. To realize these goals, the Government of Indonesia, through the DPR-RI, passed Law Number 44 of 1999 which regulates the implementation of the privileges granted to Aceh in 1959. After that, Law Number 18 of 2001 concerning Special Autonomy for the Province of the Special Region of Aceh as the Province of Nangro Aceh Darussalam (NAD). In this law, Aceh is given an Islamic Sharia Court which will be run by the Sharia Court, whose authority is determined by Qanun

Keywords : Aceh, Islamic Sharia, History


Full Text:

PDF

References


Abbas, S. (2018). Paradigma Baru Hukum syariah Di Aceh. CV. Naskah Aceh.

Andriyani, S. (2017). Gerakan aceh merdeka (gam), transformasi politik dari gerakan bersenjata menjadi partai politik lokal aceh. Jurnal ISIP: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 14 (1), 13–24.

Aris, A. (2015). Penegakan dan Penerapan Hukum Islam di Indonesia (sebuah Analisis Pertimbangan Sosiologis dan Historis). Diktum: Jurnal Syariah Dan Hukum, 13(1), 40–47.

Bahri, S. (2013). Konsep Implementasi Syariat Islam di Aceh. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 15(2), 313–338.

Berutu, A. G. (2020). Formalisasi Syariat Islam Aceh Dalam Tatanan Politik Nasional. Pena Persada.

Darmanto, H. A. (2014). Pemberontakan Daud Beureueh (DI/TII Aceh) tahun 1953-1962.

Dewi, K. F., Sumerta, G., & Hidayat, E. (2022). Potensi Konflik Antara Pemerintah Provinsi Aceh Dan Pemerintah Pusat Republik Indonesia Terhadap Implementasi Memorandum Of Understanding Helsinki Dalam Perspektif Amnesti Internasional. Jurnal Education And Development, 10(1), 1–7.

Fahmi, C. (2012a). Revitalisasi Penerapan Hukum Syariat di Aceh (Kajian terhadap UU No. 11 Tahun 2006). TSAQAFAH, 8(2), 295–310.

Fahmi, C. (2012b). Transformasi Filsafat dalam Penerapan Syariat Islam (Analisis Kritis terhadap Penerapan Syariat Islam di Aceh). Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam, 6(2), 167–176.

Fattaqun, F. (2017). Peran Partai Aceh Dalam Mewujudkan Perdamaian Di Naggroe Aceh Darussalam.

Hamdi, S. (2020). Eksistensi Peran Majelis Adat Aceh Dalam Mensosialisasikan Nilai-Nilai Pendidikan Islam Di Wilayah Barat-Selatan Aceh. Ar-Raniry, International Journal of Islamic Studies, 5(1), 115–137.

Hanifa, N. R. (2018). Memorandum Of Understanding (Mou) Helsinki Dalam Perspektif Hukum Internasional.

Hidayat, R., Afni, A. M., Ananda, R., & Ningsih, B. (2020). Peran Hukum Adat Dalam Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh. Al-Ilmu, 5(2), 124–146.

Huda, M. A. (2016). Penerapan Otonomi Khusus Di Daerah Aceh Dalam Rangka Penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ilham, M. (2016). Peran Teungku Muhammad Daud Beureueh Dalam Pemberontakan Di Aceh 1953-1962.

Isa, M. (n.d.). Kewenangan dan Kedudukan Dinas Syariat Islam Dalam Tata Kelola Pemerintahan Aceh Muhammad Isa1, Dr. Kushandajani, MA. 2, Dra. Puji Astuti, M. Si. 3.

Jayanti, K. (2010). Konflik Vertikal antara Gerakan Aceh Merdeka di Aceh dengan pemerintahan pusat di Jakarta sejak tahun 1976 sampai 2005.

Jayanti, K. (2013). Konflik vertikal antara gerakan Aceh merdeka di Aceh dengan pemerintah pusat di Jakarta tahun 1976-2005.

Kimbal, A. (2016). Pembangunan Demokrasi Pasca Konflik di Aceh. Jurnal Ilmiah Society, 3(20), 153–159.

Kurniawan, K. (2012). Dinamika Formalisasi Syariat Islam di Indonesia. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 14(3), 423–447.

Kushandajani, K. (n.d.). Kewenangan Dan Kedudukan Dinas Syariat Islam Dalam Tata Kelola Pemerintahan Aceh.

Matsyah, A., & bin Abdul Aziz, U. (2021). Pasang Surut Hubungan Aceh-Jakarta Pasca Mou Helsinki. Jurnal Adabiya, 23(2), 255–283.

Maulida, K. (n.d.). Perjanjian Helsinki 2005: Proses Perdamaian Antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia (RI).

Meleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif (cet. ke-10). PT Remaja Rosdakarya.

Muammar, A. (2019). Pemikiran politik Ali Hasjmy Tentang negara islam dan relevansinya dengan penerapan syariat islam di Aceh.

Muhajir, A. (2016). Politik Daud Beureueh Dalam Gerakan Di/Tii Aceh. Kalam: Jurnal Agama Dan Sosial Humaniora, 4(1).

Mukhlisah, M., & Hayati, S. (2019). Internalisasi Mata Kuliah Studi Syariat Islam Di Aceh Dalam Kurikulum Uin Ar-Raniry Banda Aceh. An-Nuha: Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya Dan Sosial, 6(1), 37–55.

Nazir, M. (2007). Metode Penelitian,. Ghilia Indonesia.

Pranowo, B. (n.d.). Langkah-langkah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam penyelesaian konflik Aceh.

Pratiwi, E. A. (2019). Campur Tangan Asing di Indonesia: Crisis Management Initiative dalam Penyelesaian Konflik Aceh (2005-2012). Historia: Jurnal Pendidik Dan Peneliti Sejarah, 2(2), 83–90.

Sahlan, M., Ilham, I., Amin, K., & Kamil, A. I. (2022). Pendekatan Budaya dalam Resolusi Konflik Politik Aceh: Suatu Catatan Reflektif. Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi), 16(1).

Saprianingsih, F. (2011). Resolusi konflik dan gerakan separatisme GAM di Aceh study kasus peran CMI sebagai mediator konflik antara pemerintahan RI dan GAM di Aceh.

Sukiman, S. (2012). Strategi Pembangunan Islam Di Aceh Pasca Tsunami Menuju Terwujudnya Masyarakat Religius. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 36(1).

Supardin, S. (2015). Fikih Peradilan Agama di Indonesia (Rekonstruksi Materi Perkara Tertentu). Alauddin University Press.

Zada, K. (2014). Pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan. LSIP.

Zainal, S. (2016). Transformasi konflik Aceh dan relasi sosial-politik di era desentralisasi. Masyarakat: Jurnal Sosiologi, 81–109.


Article Metrics

Abstract view : 256 times | PDF view : 9 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Published by:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH 

FAKULTAS ILMU SOSIAL 

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Kampus UNM Gunung Sari Gedung Fakultas Ilmu Sosial Lantai 3, Jalan Raya Pendidikan, Makassar. 90222.

Phone 082395232077

E-mail: jurnal.pattingalloang@unm.ac.id

          jurnalpattingalloang@gmail.com

 

Indexed by 


Licensed by 

Creative Commons License
Pattingalloang is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.

 

Pattingalloang Stats

Flag Counter

style="text-align: center;

View